Sabtu, 21 Maret 2009

“GOOO….OOLLL !!!!

Pada hari Senin tepatnya tanggal 9 Juni 2008, 15 kesatria dari Seminari akan memulai perjuangan live-in mereka melayani orang-orang cacat dan tua. Seorang dari ke-15 kesatria itu, berasal dari Tanah Karo. Namanya memang keren sama seperti orangnya. His name is Jeffrianus Ginting. Pasti anda mengenalnya bukan??? Jawab dalam hati anda.

            To the point aja yach!!!”

Aku bangun dari tidurku pagi itu, dan ikut dalam Perayaan Misa Perutusan Live in itu yang dibawakan oleh Pastor Ramli. Selesai Misa, kami sarapan dan pada pukul 09.00 Wib, kami mulai melakukan perjalanan menuju tempat-tempat yang telah ditentukan bagi kami masing-masing. Aku tidak sendirian. Aku ditemani oleh 3 orang Seminaris. Kami berempat ditempatkan di suatu Yayasan Tuna Netra yang ada di Medan. Lokasinya kami tidak tahu sama sekali.

Sesampainya di Amplas, Medan, kami berempat seperti orang-orang yang nyasar dan tidak ada tujuan. Tapi dengan penuh keberanian, kami bertanya kepada orang-orang yang  ada di Amplas itu. Untunglah mereka memberitahu letak Yayasan itu.

Pada pukul 14.00 Wib, kami tiba di yayasan itu. Aku membaca nama yayasan itu dan tertulis Yayasan Karya Murni Tuna Netra Medan Johor. Kami masuk ke dalam dan kami disambut dengan hangat. Dengan sambutan itu, akupun sah memulai kegiatan live- in-ku. Kegiatan itu berlangsung selama 2 minggu. Jadi, aku akan hidup bersama orang-orang yang tidak melihatku selama 2 minggu.

Setelah beberapa hari tinggal di sana, aku merasa mulai betah.

Suatu ketika, tepatnya hari Senin sore, aku diajaki oleh penghuni Yayasan itu bermain bola. Aku terkejut sekaligus bingung, bagaimana mungkin orang buta bisa bermain bola. Tapi untuk membuktikan itu akupun ikut bermain bola bersama mereka.

            Sesampainya di lapangan aku diajak oleh mereka untuk melakukan pemanasan terlebih dahulu. Pemanasan yang kami lakukan adalah duduk-duduk dan cerita-cerita dengan jangka waktu yang agak lama. Sesudah sedikit bosan, permain dimulai. Bolanya adalah bola atom yang telah diisi sedikit pasir. Jumlah pemain 5 orang. Satu kipper, 2 orang bek, dan 2 orang penyerang.

Sebelum pertandingan dimulai, aku terkejut melihat posisi yang kami buat. Aku melihat penyerang kami orang buta, dan kipper kami juga buta. Sebelum permainan dimulai, seorang karyawan Yayasan itu, memberitahukan kepadaku, bagaimana cara bermain bersama mereka dan  memberitahukan aturan-aturannya:

-         Orang normal tidak bisa menggolkan, walaupun golnya tidak sengaja tetap saja tidak sah

-         Pelanggaran tidak diberi kartu apapun

-         Cedera tanggung sendiri

-         Tidak ada off-side

Setelah pemberitahuan aturan main tersebut, permainanpun dimulai. Baru beberapa menit bermain, gawang kami sudah kebobolan bola karena lawan kami merebut bola dari penyerang kami dan membawanya ke depan gawang kami. Kiper kami tidak melihat bola sudah di depannya walaupun aku sudah berteriak-teriak. Skor sementara 1-0.

Sepuluh menit kemudian, aku menggiring bola dengan kecepatan  20 m/detik, seraya menuntun penyerang kami ke gawang lawan. Ketika kami tiba di gawang lawan, aku langsung menyerahkan bola kepada penyerang kami. Ia melakukan tendangan yang sangat keras. Bolanya nyaris tidak masuk. Namun skor akhirnya imbang 1 – 1.

Pertandinganpun dilanjutkan dengan suasana semakin panas dan seru. Para penyerang adu kaki karena tidak dapat membedakan kaki atau bola. Bek siap menerkam lawan, dan kipper berdiri tegak di gawangnya dengan memegang tongkat kesayangannya.

Kembali lagi aku membawa bola. Dengan kocekan  yang menawan, aku berhasil melewati bek-bek lawan, dan tiba di depan gawang lawan dan siap untuk menggolkan.

Tapi sayang, walaupun sudah berada di depan gawang lawan, aku tetap tidak dapat menggolkan. Aku berteriak memanggil penyerang kami, supaya dia yang menggolkan. Dia berlari kencang dari tengah lapangan sambil mencari-cari arah suara itu. Untunglah telinganya bagus. Sesampainya dia di depanku, aku langsung menyerahkan bola kepadanya. Dengan tendangan ala Pele, ia merobek gawang lawan. Aku memberitahu kepada penyerang bahwa bola sudah bersarang ke gawang lawan. Dia sangat senang dan memelukku erat-erat. Skor akhirnya menjadi 2-1 dan kami unggul.

Sewaktu pertandingan  kembali berlangsung, seorang penyerang lawan mengalami cedera. Jarinya mengeluarkan darah. Akhirnya pertandingan usai, kami menjadi pemenang. Kami kembali ke Yayasan dengan penuh gembira. Itulah salah satu pengalaman yang menyenangkan bagiku dalam live-in tersebut. Trims

MAJALAH ONLINE SURAT SMCS (EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2024)

                      Link Majalah Surat Seminari: MAJALAH ONLINE SURAT SMCS (EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2024)