Opini
3 S Ala Omjes
Banyak orang tidak menyadari bahwa
kesederhanaan mampu membawa kebahagiaan. Kebahagiaan itu muncul dari suatu
tindakan kecil tapi berdampak besar. Orang sering kali terpaku dengan hal- hal
inti yang menjurus pada keyakinan bahwa akan mendapat kepuasan. Kita sering
terfokus kepada hal yang besar, namun mengabaikan hal- hal kecil yang
sebenarnya berguna.
Dalam budaya kita di Indonesia, kita
dididik untuk mengucapkan 3 kata sederhana namun dapat menjadi kata sakti yang
menarik perhatian orang lain. 3 kata sakti ini dapat membuat kita semakin
kompak dan memiliki hubungan yang erat dengan sesama. Nah, apa 3 kata itu?
Ketiga kata yang dimaksud adalah senyum, sapa dan salam.
Ketiga kata tersebut memang
sederhana. Tapi siapa sangka, di balik
kesederhanaan itu, tersembunyi kekuatan ajaib yang memengaruhi emosi banyak
orang. Saat anda menyapa seseorang misalnya, otomatis orang yang anda sapa akan
balas menyapa anda jika dia masih waras dan masih manusia. Nah, ternyata
dibalik ketiga kata tersebut, ada 3 makna yang tidak pernah disadari oleh orang
lain. Ketiga makna tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Tolong
Manusia tidak
dapat hidup sendiri. Pernyataan itu berarti setiap individu membutuhkan bantuan
orang lain dalam kehidupannya. Ketika anda kesulitan mengerjakan tugas
matematika misalnya, tentu anda akan meminta bantuan orang lain yang lebih
mengerti daripada anda. Nah, bagaimana anda memintanya? Apakah anda memaksa?
Tentu tidak. Dalam hal inilah 3 S mengambil peranan penting. Kata tolong
diucapkan bukan hanya pada saat genting, namun juga menunjukkan kerendahan hati
dan keramahan.
2.
Maaf
Biasanya kita
meminta maaf pada saat kita berbuat salah, menyesalinya, dan berniat untuk
tidak mengulanginya. Maknanya hampir sama dengan kata tobat. Namun, dalam
meminta maaf kita juga tidak boleh sembarangan. Karena itu, senyum, sapa, dan
salam sangat dibutuhkan. Jika anda meminta maaf dengan menerapkan prisip 3S,
maka orang yang anda mintai maaf akan luluh hatinya dan memaafkan anda.
Misalnya, saat anda berjanji kepada teman namun mengingkarinya. Tentunya, teman
anda akan marah dan apa yang harus anda lakukan? Ada baiknya jika anda berkata maaf dengan sedikit senyuman
menyesal.
3.
Terima Kasih
Kata terima kasih
merupakan kata yang sangat sering diucapkan. Namun, siapa sangka bahwa dibalik
ucapan terima kasih sebenarnya terdapat prinsip 3S. Ketika anda meminta uang
jajan kepada orangtua, apakah anda menucapkan terima kasih? Ucapan terima kasih
mengungkapkan sapaan anda. Dengan mengucapkan terimakasih, anda memberi salam
dan menghargai orang lain serta bersyukur atas apa yang ia berikan kepada anda.
Kita menerima kasih dari orang lain lewat sapa dan salamnya. Nah, sekarang
sebagai balasannya, kita perlu mengucapkan terima kasih.
Sebagai seminaris,
ketiga kata sakti ini sebaiknya dibudayakan di Seminari. Kita yang hidup
bersama dalam lingkungan yang sama sebaiknya membangun persaudaraan dengan
prinsip 3S. Bukan hanya sesema teman atau angakatan saja, namun relasi lintas
angkatan. Keramahan dan saling menghargai akan tercipta melaui budaya senyum,
sapa, dan salam. Keramahan dan rasa saling menghargai adalah buah dari
persaudaraan sejati. Hal itulah yang akan membentuk kualitas Seminari.
Sebenarnya, bukanlah
hal yang sulit bila kita menerapkan hal tersebut. Yang menjadi pertanyaannya
adalah, apakah kita mau dan menebar senyum kebahagiaan bagi banyak orang?
Apakah kita sudah menyapa teman, saudara atau orang lain di Seminari? Atau kita
hanya terpaku pada kata senioritas?
*by: A.F. Domas Purba
Syntaxis_IPS
RUKUN
BERARTI SENYUM, SAPA & SALAM
Senyum?
Apa susahnya? Tidak ada ruginya, tidak ada efek sampingnya, dan tidak susah
melakukan hal itu. Tapi mengapa? Mengapa banyak orang pelit berbagi senyuman
bagi sesamanya? “The magic of smile”,
pernahkah anda mendengar atau membacanya. Keajaiban dari sebuah senyuman,
percayakah anda akan hal itu? Banyak orang tidak tahu bahwa senyum yang
sederhana itu memiliki keajaiban. Simple,
namun memiliki keindahan yang mampu membuat orang lain ikut bergembira melihat
kita yang menebarkan senyuman bagi semua orang. Senyum melambangkan sebuah
keadaan hati yang sedang bersuka cita. Kita mampu membedakan mana senyuman yang
tulus dan mana senyuman karna terpaksa. “Uga
gia ciremi saja”, istilah ini sungguh sangat terkenal bagi orang Karo. Apa
pun yang terjadi hadapi dengan senyuman,
kira-kira itulah yang menjadi maksud dari istilah tersebut.
Sapa
merupakan sebuah tindakan kerendahan hati. Keakrapan atau sebuah relasi berawal
dari sebuah sapaan. Sapaan biasanya dibarengi dengan senyuman yang indah.
Sapaan berarti memulai interaksi, meskipun interaksi itu sekadar sapaan yang
dibalas dengan sapaan. Horas, mejuah-juah, yahowu, merupakan kekhasan orang
Batak dalam hal bertutur sapa. Seharusnya kita bangga menjadi orang Batak
memiliki tradisi sapa yang indah dan penuh makna seperti itu. Sapaan khas Batak
itu merupakan sebuah budaya yang indah yang telah tercipta sejak lama. Jangan
pernah kita lupakan tradisi itu.
Salam
dalam artian berjabat tangan merupakan sesuatu yang dilakukan sebagai rasa
keakraban. Banyak orang malu bersalaman, padahal bersalaman menunjukkan
kesetaraan kita sebagai manusia. Mengapa banyak orang bangga karena telah
menyalam orang-orang hebat seperti paus, uskup, pastor, presiden, pemain bola
terkenal, artis, penyanyi dan banyak lagi? Orang bangga bersalaman dengan
mereka bukan semata-mata karena susahnya mendapat salam dari mereka. Tapi
mereka bangga karena salam itu menunjukkan sebuah keakraban. Dengan menyalam
orang-orang hebat tersebut mereka merasa ada relasi yang terjadi antara dirinya
dengan orang hebat yang ia salam.
Senyum,
sapa, dan salam merupakan sesuatu yang harus kita lakukan tanpa ada unsure
paksaan. Semua itu harus kita wujudkan dengan adanya kasih. Kasih merupakan sesuatu
yang kita peroleh dari orang lain, bukan diri kita sendiri. Berarti kasih kita
peroleh dengan adanya interaksi dengan orang lain. Senyum, sapa, dan salam
dalam kasih, tanpa ada unsure kemunafikan adalah sesuatu yang indah untu
membangun sebuah relasi yang indah
Keluarga
merupakan wadah pertama seorang anak dibimbing dan diajari. Kita harus
mewujudkan senyum, sapa, dan salam itu untuk menciptakan sebuah keluarga yang
rukun. Semuanya bermula dari keluarga. Yakinlah, jika anda sudah menerapkan
senyum, sapa, dan salam di dalam keluarga, hal itu akan terbawa menjadi sebuah
kebiasaan yang akan kita terapkan di lingkungan kita sendiri. Mungkin kadang
kita merasa bosan jika tiap pagi kita mengucapkan selamat pagi kepada orang tua
dan saudara-saudari kita. Banyak orang berpikir bahwa senyum, sapa, dan salam
tidak lagi diterapkan dalam keluarga. Setiap hari bertemu dan bersama melakukan
sesuatu hal, jadi untuk apa lagi senyum, sapa, dan salam? Tanggapan itu jelas
salah. Apa salahnya jika setiap berangkat ke sekolah kita menyalm orang tua
kita? Tak ada kata rugi untuk melakukan ketiga hal itu.
Perlu
kita ketahui jika senyum, sapa, dan salam telah menjadi kebiasaan bagi kita,
maka ada satu tingkat lagi yang harus kita lakukan. Jadikanlah kebiasaan itu
menjadi sebuah kebutuhan. Jika kita tidak melakukan ketiga hal tersebut, pasti
terasa ada yang kurang. Itulah taraf sebuah kebutuhan.
Keluarga
yang rukun adalah keluarga yang di dalamnya selalu ada senyuman sebagai senjata
ampuh untuk menghadapi suatu masalah. Keluarga yang harmonis adalah keluarga
yang di dalamnya selalu terwujud saling menyapa sesame anggota keluarga.
Keluarga yang damai adalah keluarga yang di dalamnya selalu ada salam sebagai
tanda saling mencintai. Keluarga yang rukun adalh keluarga yang di dalamnya
terwujud senyum, sapa, dan salam dalam kasih.
* Paska Fidelis Ginting
Syntaxis_IPA 2017/2018
Syntaxis_IPA 2017/2018
SENYUM, SAPA,
SALAM
Salah satu kekhasan dan kebutuhan
hakiki manusia adalah kebutuhan akan orientasi, khususnya pada action
(tindakan). Tindakan berlaku bukan saja bagi seseorang melainkan bagi semua
orang.
Di dalamnya kebersamaan, relasi,
komunikasi, ditumbuhkembangkan untuk dunia yang lebih rukun. Relasi,
tegur-sapa, dan komunikasi sangat penting dalam hidup berkomunitas.
Seminari! Seminari adalah wadah
pembibitan calon imam. Di seminari,seminaris dibimbing, dibina, dan diarahkan
menjadi pribadi yang unggul dan mandiri, sehingga berdampak bagi Gereja dan
masyarakat. Sebagai seorang seminaris yang
notabene adalah seorang calon imam harus memiliki ciri Hospitalitas. Mengapa ?
Sebab sebagai seorang imam kelak, ciri ini harus diimplementasikan kepada
umat-Nya. Ciri Hospitalitas ini dapat
kita wujudkan dengan melaksanakan prinsip 3S (Senyum, Sapa, Salam) dalma
tindak-laku sehari-hari. Prinsip 3S (Senyum, Sapa, Salam) wajib dimiliki dan
dihidupi oleh seminaris- calon imam.
Namun, seiring kemajuan teknolgi dan
komunikasi, banyak orang (tidak terkecuali
Seminaris) lebh
menyukai berkomunikasi lewat dunia maya seperti Facebook, BBM, Whats App,
Atau
sejenisnya daripada berkomunikasi di dunia nyata. Begitu asyiknya berkomunikasi
lewat
Sosmed (sosial media)
dewasa ini, membuat kita lupa waktu, lupa senyum, lupa salam, dan lupa
Sapa.
Akibatnya, relasi dengan sesama bersifat kaku. Sikap individualistis semakin
meningkat
Seyogia-nya,
relasi sejati (kontak langsung) jauh lebih kaya, mendalam, dan bermakna
daripada
relasi
menggunakan teknologi komunikasi.
Senyum, Sapa, dan Salam
Kehidupan ini membutuhkan kata-kata
(sapa). Sapa mampu membentuk penghiburan, peneguhan, dan harapan bagi orang
lain yang kita jumpai. Kita, seminaris diharapkan mampu mengupayakan suasana
persaudaraan yang erat dan bersahabat bagi semua orang.
Sapa harus dibarengi dengan senyum.
Senyum mengisyaratkan bahwa kita betul- betul mencintai orang yang kita jumpai
itu. Senyum harus tulus bukan paksaan atau karena hanya ada maunya saja. Senyum
yang bersumber dari hati yang tulus mampu mengubah hidup orang lain menjadi
lebih indah.
Senyum dan sapa harus juga dibarengi
dengan salam. Salam menunjukkan sikap rendah hati. Dengan menyalam berarti kita
berbaur dengan orang lain. Tidak ada sekat atau jurang pemisah antara saya dan
dia. Maka, jelas bahwa senyum, sapa, dan salam adalah satu kesatuan yang erat
hubungannya. Senyum membutuhkan sapa dan sapa membutuhkan salam.
Maka, kita seminaris- calon imam
dituntut untuk lebih meningkatkan relasi kita dengan orang lain. Kita semua
diundang mengembangkan sikap bersaudara dan ramah- tamah. Senyum, sapa, dan
salam dalam cinta kasih merupakan contoh konkret meningkatkan relasi dengan
orang lain. Bukankah Yesus bersabda: “ Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu
lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah
melakukannya untuk Aku.”
(Mat
25:40).
* Cokro Jaya Simanihuruk
Poesis_IPS 2017/2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar